Sunday, 29 March 2015

RANGKUMAN TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (IV)

WAWASAN NUSANTARA SUATU BANGSA

Istilah Wawasan Nusantara dapat diartikan secara etimologis dan teriminologis.
1.      Secara etimologis, Wawasan Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan berasal dari kata wawas (bhs.jawa) yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan indriawi. Selanjutnya, muncul kata wawas yang berarti memandang, meninjau atau melihat. Wawasan berarti pula cara pandang, cara melihat.


2.      Secara terminology, berikut ini Wawasan Nusantara menurut beberapa pendapat.

a. Menurut Prof. Dr. Wan. Usman:
“Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.”

b. Pengertian  Wawasan Nusantara dalam GBHN 1998.
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayanh dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c. Berikut ini menurut kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi Tap. MPR, yang dibuat Lemhannas tahun 1999.
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.”

Latar belakang atau factor-faktor yang memengatuhi tumbuhnya konsepsi Wawasan Nusantara adalah:
a. aspek historis
b. aspek geografis dan sosial budaya, dan
c. aspek geopolitics dan kepentingan nasional.
Dari segi sejarah, bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang bersatu dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal, yaitu:
a. kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah, dan
b. kita pernah mengalami memiliki wilayah yang terpisah-pisah.


TEORI GEOPOLITIK
Geopolitik adalah istilah yang pertama kali ditemukan oleh Frederich Ratzel sebagai Ilmu Bum Politik. Sebagai ilmu geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geografi. Bahwa politik suatu Negara dipengaruhi oleh konstelasi geografi Negara bersangkutan. Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dari aspek geografi dalam menentukan kebijakan nasional untuk mewujudkan suatu tujuan. Prinsip-prinsip geopolitik suatu Negara dapat menjadi dasar bagi perkembangan wawasan nasional bangsa itu.

Untuk bangsa Indonesia, orang pertama yang mengaitkan geopolitik dengan bangsa Indonesia adalah Ir. Soekarno pada pidatonya di hadapan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.

Paham geopolitik bangsa Indonesia terumuskan dalam konsepsi Wawasan Nusantara. Bagi bangsa Indonesia, geopolitik merupakan pandangan baru dalam mempertimbangkan factor-faktor geografis wilayah Negara untuk mencapai tujuan nasionalnya. Bagi Indonesia, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis Negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut.

TEORI KEKUASAAN

Proses politik dalam Ilmu sosial bisa dianalisa melalui konsep kekuasaan, berangkat dari aspek espitemologi ilmu sosial dan tinjauan kepustakaannya, kekuasaan merupakan pilar penting dalam perubahan sosial, ekonomi dan tentu saja politik. Berbicara mengenai politik tidak dapat dilepaskan dengan power, In Politics, everything is all about power! Sehingga kekuasaan atau power secara umum dapat didefinisikan sebagai ‘kapabilitas seseorang untuk mencapai keinginannya’, politik menjadi instrumen yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan tersebut adalah dengan merujuk kepada siapa yang mendapatkannya, apa bentuk dari kekuasaan tersebut, kapan kekuasaan tersebut bisa diterapkan dan bagaimana cara pemilik kekuasaan untuk mendapatkan kekuasaan serta menjalankannya.
Kekuasaan tidak dapat dilepaskan dari proses pengambilan keputusan. Definisi tentang kekuasaan terkadang tidak dapat dilepaskan dari proses pengambilan keputusan. Lasswell (Dalam Dwicaksono, 2003) berpendapat bahwa kekuasaan adalah partisipasi dalam membuat keputusan yang penting. Sheppered (dalam Abbot, 1995) berpendapat bahwa proses pengambilan keputusan publik adalah contoh nyata dari penggunaan kekuasaan.
Dalam sejarah perkembangan konsep kekuasaan, terdapat banyak teori kekuasaan yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh politik besar, teori mengenai kekuasaan mengalami metamorfosa dan proses dialektika untuk menuju sebuah penyempurnaan mengenai pemahaman para ahli mengenai kekuasaan. Berikut beberapa rumusan teori kekuasaan yang dikemukakan 3 ahli dengan beberapa distingsi dalam dimensinya.


Robert A.Dahl
Teori kekuasaan yang pertama adalah teori kekuasaan satu dimensi yang dikemukakan oleh Robert Dahl. Persepektif ini disebut sebagai pendekatan pluralis dan meningkatkan kepada peningkatan kekuasaan melalui proses pembuatan kebijakan dan perilaku yang bisa diamati. Persepektif satu dimensi ini menjelaskan sebuah kondisi dimana salah satu kelompok didominasi oleh kelompok yang lain, sehingga kelompok yang didominasi tidak bisa melakukan apapun tanpa ada ’perintah’ dari kelompok yang mendominasi.
Steven Luke
Salah satu teori yang terkemuka adalah teori tiga dimensi kekuasaan yang dikemukakan oleh Luke. Teori 3 dimensi kekuasaan merupakan sebuah evolusi dari teori lain yang berkembang sebelumnya.
Michael Foucault
Seorang filsuf yang memberikan gambaran kekuasaan dengan cara yang berbeda dari kebanyakan tokoh lainnya. Konsepsi yang dirumuskan oleh Foucault terbilang orisinil, orisinalitas itu bukan hanya terletak dalam definisi kekuasaan yang dikonsepsikan olehnya, tetapi juga tujuan dan sasaran dari kekuasaan tersebut. yang kemudian juga menggambarkan pola hubungan kekuasaan dengan pengetahuan, serta mekanisme dan teknik yang digunakannya untuk menganalisa kekuasaan.
Menurut Michel Foucault, kekuasaan itu terlaksana bukan pertama-tama melalui kekerasan atau dari hasil persetujuan, melainkan sebagai ‘seluruh struktur tindakan yang menekan dan mendorong tindakan-tindakan lain melalui rangsangan, persuasi, atau bisa juga melalui paksaan (coercive power) dan larangan. Hal ini menjadikan kekuasaan terkait langsung dengan control exercise—bagaimana kekuasaan itu dijalankan dalam praktiknya sehari-hari.
Bisa dikatakan perbedaan utama antara Foucault dari kebanyakan filsuf lainnya ketika berbicara, memaknai konsep kekuasaan ialah dimana pemikir lainnya selalu menyentuh dimensi kerangka kekuasaan dan Negara, sedangkan Foucault menekankan hubungan antara kekuasaan dan subjek, mengandaikan bahwa kekuasaan itu banyak dan tersebar. Kekuasaan tidak mengacu pada satu sistem umum dominasi oleh seseorang atau suatu kelompok terhadap yang lain, tetapi menunjuk pada beragamnya hubungan kekuasaan, tidak terpusat pada satu titik atau satu sumber otoritas, tetapi berasal dari adanya perbedaan di dalam hubungan.
Gagasan yang dikemukakan Foucault memang menuai banyak kritik dan bahkan dituduh sebagai bentuk relativisme. Walaupun demikian Foucault mengakui bahwa hubungan kekuasaan tidak bisa dipisahkan dari relasi-relasi yang ada dalam proses hubungan ekonomi maupun politik, dan tujuan kekuasaan ialah memberi struktur-struktur kegiatan di dalam masyarakat. Struktur-struktur itu disebut dengan institusionalisasi kekuasaan, yaitu keseluruhan struktur hukum dan politik serta aturan-aturan sosial yang melanggengkan suatu dominasi dan menjamin reproduksi kepatuhan.







SUMBER RANGKUMAN

https://www.academia.edu/9905431/Teori_Kekuasaan_Negara_Transformasi_Pola_Relasi_Kekuasaan_di_Indonesia_Masa_Orde_Baru_Hingga_Era_Reformasi_

Dr. Winarno, S.Pd., M.Si. , PARADIGMA BARU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN EDISI KETIGA , BUMI AKSARA






1 comment: