WAWASAN NUSANTARA SUATU BANGSA
Istilah Wawasan
Nusantara dapat diartikan secara etimologis dan teriminologis.
1.
Secara
etimologis, Wawasan Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan
berasal dari kata wawas (bhs.jawa)
yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan indriawi. Selanjutnya,
muncul kata wawas yang berarti memandang, meninjau atau melihat. Wawasan
berarti pula cara pandang, cara melihat.
2.
Secara
terminology, berikut ini Wawasan Nusantara menurut beberapa pendapat.
a. Menurut Prof.
Dr. Wan. Usman:
“Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa
Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua
aspek kehidupan yang beragam.”
b.
Pengertian Wawasan Nusantara dalam GBHN
1998.
Wawasan
nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta
kesatuan wilayanh dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
c. Berikut ini
menurut kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi Tap. MPR, yang
dibuat Lemhannas tahun 1999.
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.”
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.”
Latar belakang atau
factor-faktor yang memengatuhi tumbuhnya konsepsi Wawasan Nusantara adalah:
a. aspek historis
b. aspek geografis dan
sosial budaya, dan
c. aspek geopolitics
dan kepentingan nasional.
Dari segi sejarah,
bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang bersatu dengan wilayah yang
utuh adalah karena dua hal, yaitu:
a. kita pernah
mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah, dan
b. kita pernah
mengalami memiliki wilayah yang terpisah-pisah.
TEORI GEOPOLITIK
Geopolitik adalah
istilah yang pertama kali ditemukan oleh Frederich Ratzel sebagai Ilmu Bum
Politik. Sebagai ilmu geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek
geografi. Bahwa politik suatu Negara dipengaruhi oleh konstelasi geografi Negara
bersangkutan. Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dari aspek geografi
dalam menentukan kebijakan nasional untuk mewujudkan suatu tujuan. Prinsip-prinsip
geopolitik suatu Negara dapat menjadi dasar bagi perkembangan wawasan nasional
bangsa itu.
Untuk bangsa Indonesia,
orang pertama yang mengaitkan geopolitik dengan bangsa Indonesia adalah Ir.
Soekarno pada pidatonya di hadapan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.
Paham geopolitik bangsa
Indonesia terumuskan dalam konsepsi Wawasan Nusantara. Bagi bangsa Indonesia,
geopolitik merupakan pandangan baru dalam mempertimbangkan factor-faktor
geografis wilayah Negara untuk mencapai tujuan nasionalnya. Bagi Indonesia,
geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan
memanfaatkan keuntungan letak geografis Negara berdasarkan pengetahuan ilmiah
tentang kondisi geografis tersebut.
TEORI KEKUASAAN
Proses politik dalam Ilmu sosial bisa dianalisa melalui konsep kekuasaan, berangkat dari aspek espitemologi ilmu sosial dan tinjauan
kepustakaannya, kekuasaan merupakan pilar penting dalam perubahan sosial,
ekonomi dan tentu saja politik. Berbicara mengenai politik tidak dapat
dilepaskan dengan power, In Politics,
everything is all about power! Sehingga
kekuasaan atau power secara umum
dapat didefinisikan sebagai ‘kapabilitas seseorang untuk mencapai keinginannya’,
politik menjadi instrumen yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan tersebut
adalah dengan merujuk kepada siapa yang mendapatkannya, apa bentuk dari
kekuasaan tersebut, kapan kekuasaan tersebut bisa diterapkan dan bagaimana cara
pemilik kekuasaan untuk mendapatkan kekuasaan serta menjalankannya.
Kekuasaan
tidak dapat dilepaskan dari proses pengambilan keputusan. Definisi tentang
kekuasaan terkadang tidak dapat dilepaskan dari proses pengambilan keputusan.
Lasswell (Dalam Dwicaksono, 2003) berpendapat bahwa kekuasaan adalah
partisipasi dalam membuat keputusan yang penting. Sheppered (dalam Abbot, 1995)
berpendapat bahwa proses pengambilan keputusan publik adalah contoh nyata dari
penggunaan kekuasaan.
Dalam
sejarah perkembangan konsep kekuasaan, terdapat banyak teori kekuasaan yang
dirumuskan oleh tokoh-tokoh politik besar, teori mengenai kekuasaan mengalami
metamorfosa dan proses dialektika untuk menuju sebuah penyempurnaan mengenai
pemahaman para ahli mengenai kekuasaan. Berikut beberapa rumusan teori
kekuasaan yang dikemukakan 3 ahli dengan beberapa distingsi dalam dimensinya.
Robert A.Dahl
Teori
kekuasaan yang pertama adalah teori kekuasaan satu dimensi yang dikemukakan
oleh Robert Dahl. Persepektif ini disebut sebagai pendekatan pluralis dan
meningkatkan kepada peningkatan kekuasaan melalui proses pembuatan kebijakan
dan perilaku yang bisa diamati. Persepektif satu dimensi ini menjelaskan sebuah
kondisi dimana salah satu kelompok didominasi oleh kelompok yang lain, sehingga
kelompok yang didominasi tidak bisa melakukan apapun tanpa ada ’perintah’ dari
kelompok yang mendominasi.
Steven Luke
Salah satu teori yang terkemuka adalah
teori tiga dimensi kekuasaan yang dikemukakan oleh Luke.
Teori 3 dimensi kekuasaan merupakan sebuah evolusi dari teori lain yang
berkembang sebelumnya.
Michael Foucault
Seorang
filsuf yang memberikan gambaran kekuasaan dengan cara yang berbeda dari
kebanyakan tokoh lainnya. Konsepsi yang dirumuskan oleh Foucault terbilang
orisinil, orisinalitas itu bukan hanya terletak dalam definisi kekuasaan yang
dikonsepsikan olehnya, tetapi juga tujuan dan sasaran dari kekuasaan tersebut. yang
kemudian juga menggambarkan pola hubungan kekuasaan dengan pengetahuan, serta
mekanisme dan teknik yang digunakannya untuk menganalisa kekuasaan.
Menurut
Michel Foucault, kekuasaan itu terlaksana bukan pertama-tama melalui kekerasan
atau dari hasil persetujuan,
melainkan sebagai ‘seluruh struktur tindakan yang menekan dan mendorong tindakan-tindakan
lain melalui rangsangan, persuasi, atau bisa juga melalui paksaan (coercive power) dan larangan. Hal ini
menjadikan kekuasaan terkait langsung dengan control exercise—bagaimana kekuasaan itu dijalankan dalam
praktiknya sehari-hari.
Bisa
dikatakan perbedaan utama antara Foucault dari kebanyakan filsuf lainnya ketika
berbicara, memaknai konsep kekuasaan ialah dimana pemikir lainnya selalu
menyentuh dimensi kerangka kekuasaan dan Negara, sedangkan Foucault menekankan
hubungan antara kekuasaan dan subjek, mengandaikan bahwa kekuasaan itu banyak
dan tersebar. Kekuasaan tidak mengacu pada satu sistem umum dominasi oleh
seseorang atau suatu kelompok terhadap yang lain, tetapi menunjuk pada
beragamnya hubungan kekuasaan, tidak terpusat pada satu titik atau satu sumber
otoritas, tetapi berasal dari adanya perbedaan di dalam hubungan.
Gagasan
yang dikemukakan Foucault memang menuai banyak kritik dan bahkan dituduh
sebagai bentuk relativisme. Walaupun
demikian Foucault mengakui bahwa hubungan kekuasaan tidak bisa dipisahkan dari
relasi-relasi yang ada dalam proses hubungan ekonomi maupun politik, dan tujuan
kekuasaan ialah memberi struktur-struktur kegiatan di dalam masyarakat. Struktur-struktur
itu disebut dengan institusionalisasi kekuasaan, yaitu keseluruhan struktur
hukum dan politik serta aturan-aturan sosial yang melanggengkan suatu dominasi
dan menjamin reproduksi kepatuhan.
SUMBER RANGKUMAN
https://www.academia.edu/9905431/Teori_Kekuasaan_Negara_Transformasi_Pola_Relasi_Kekuasaan_di_Indonesia_Masa_Orde_Baru_Hingga_Era_Reformasi_
Dr.
Winarno, S.Pd., M.Si. , PARADIGMA BARU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN EDISI KETIGA
, BUMI AKSARA
Visit Us>nice&interesting blog article,thank you and improve again
ReplyDelete